Baiklah saya ceritakan cerita yang kedua lagi. Nama saya Demianus Baransano. Saya berumur tujuh puluh enam tahun tetapi saya hendak menceritakan cerita yang kedua ini lagi buat anak saya yang bersekolah di Amerika sana. Di luar negeri sana saya mengirimkan cerita ini buat dia. Cerita ini begini. Pulau Biak pada zaman dulu kala hanya ada satu marga. Marganya itu adalah Rumbiak. Di sebuah rumah yang mereka bangun di atas bukit Msiren, rumah ini banyak orang tinggal didalamnya. Maka pada suatu hari seorang nenek bernama Inggumibo. Tiga anak perempuannya, seorang bernama Binwan, seorang bernama Inande dan seorang lainnya bernama Inggumi juga. Ketiga anak perempuan ini tidak mempunyai saudara laki-laki. Tetapi ketiga anak muda (dalam cerita ini) adalah anak-anaknya Manwomri. Isteri Manwomri, Samsonai, keduanya memiliki tiga anak. Anenf, Kumeser (dan) Andoba. Tiga anak muda ini berburu hingga mereka mendapatkan seekor babi. Karena itu mereka membawanya untuk dipanggang tetapi tidak ada api untuk memanggangnya. Oleh karena itu, anak yang tertua, Andoba menyuruh seorang saudaranya yang bernama Anenf. Dia berkata, "Pergi (dan) temui nenek Inggumi, bila anak-anak perempuannya membuat api, ambil satu puntung untuk kita gunakan untuk memanggang daging babi ini dan nanti (berikan sedikit daging) untuk mereka. Maka Anenf pergi, berjalan di atas Rumah nenek Inggumi. Lalu Inggumi menanyakan tiga putrinya dan berkata, "Binwan cobalah lihat siapa yang merangkak diatas sana." Binwan (dan saudaranya) kemudian pergi ke luar dan melihat. Ketika keduanya melihat, anak laki-laki itu turun ke bawah. Maka mereka dua pergi ke dalam dan memberi tahu ibu Inggumi dan berkata, "Mama, itu seorang laki-laki." "Dia seorang laki-laki muda." Nenek (Inggumi) berkata, "Kamu dua suruh dia masuk ke dalam." Dia (anak muda itu) masuk ke dalam, duduk bersama keduanya lalu nenek Inggumi menanyakannya dan berkata, "Sebenarnya apa yang hendak kamu ambil di sini?" Anak muda itu berkata, "Nenek, kami menangkap babi, ada di sana tetapi tidak ada api untuk memanggangnya, jadi saya bawa sepotong kayu ini, saya pikir saya dapat menyalakannya (di sini) dan membawanya untuk kami pakai panggang babi itu." Perempuan tua itu kemudian mengatakan kepadanya, "Baiklah kalau begitu gesekkan (kayu itu) pada kaki saya." Lalu dia (pemuda itu) memberikan potongan kayu itu untuk digesekkan pada kakinya (nenek itu) sampai kayu itu menyala dan dibawanya pergi. Ketika dia pergi (dan) mereka memanggang daging babi itu, perempuan tua itu menyuruh ketiga anak perempuannya untuk menyusul. Mereka mengikuti (pemuda itu) dan dia (Ibu mereka) berkata, "Pergi dan coba lihat ketiga anak laki-laki disana." Ketiganya mengatakan, "Ya!" Ketika gadis-gadis itu pergi (ke sana), mereka melihat anak-anak muda itu ada tiga (dan) gadis-gadis itu (juga) tiga. Maka gadis-gadis itu kembali dan berkata, "Ibu anak laki-laki di sana ada tiga." Ibu Inggumi berkata, "Bila demikian, kalian adalah jodoh." "Kalian ada tiga, mereka juga ada tiga, jadi kalian akan menikahi mereka." Lalu Anenf mengambil daging babi dan kembali ke sana, dia membawanya ke Ibu Inggumi dan anak-anak perempuanya. Dan wanita tua itu mengatakan, "Kalian akan mendapatkan tiga anak saya ini." "Tetapi, datanglah ke sini atau kita (akan) tinggal bersama sepanjang jalan darat ini." Ketiga anak muda itu menjawab, "Kami akan tinggal disitu." Tetapi ketiga anak perempuan ini, jadi ketiga anak perempuan ini, pada suatu hari ketiga pemuda itu pergi berburu. Andoba, Anenf dan Kumeser. Mereka membawa anjing-anjing mereka. Tetapi ketiga anak perempuan itu pergi menaiki (rumah ketiga anak laki-laki itu), ketika mereka duduk di tempat di mana ketiga anak laki-laki itu tidur, Dua anak gadis yang cantik tidak mau duduk di tikar yang basah (oleh keringat), (Tikar itu basah) karena laki-laki yang tidur di situ adalah laki-laki yang tampan dalam pandangan mereka." Dia adalah laki-laki yang tampan itu tetap pada malam hari dia berkeringat. Karena keringatnya keluar terus-menerus ke tikar itu sehingga tikar itu basah. Tetapi kedua saudaranya yang tua tubuh mereka kering, sehingga tempat di mana mereka tidur (juga) kering. Jadi kedua wanita cantik itu berpikir dan berkata bahwa mungkin pemuda tampan itu yang tidur... kedua pemuda tampan itu yang tidur di tikar (yang kering) itu. Sehingga mereka bersaing untuk (mendapatkan) tikar yang cerah dan kering itu. Tetapi perempuan yang satu ini, perempuan yang kulitnya kaskado ini pergi dan duduk di tikar milik Anenf, si pemuda tampan itu. Ketiga pemuda itu masuk ke dalam (rumah), (sementara) ketiga gadis itu sedang duduk dan mengamati (ketiga pemuda itu). Kemudian, Inande (dan) Inggumibo berkata, "Ahh.. tapi Binwan, kamu itu tidak sempurna." "Laki-laki tampan yang akan kau nikahi." Lalu Binwan berkata, "Beberapa saat yang lalu kamu dua tidak suka duduk di tikar ini karena kamu dua bilang (tikar) ini basah." Maka ketiga laki-laki bersaudara ini menikahi ketiga gadis itu dan beranak turunan (dari) pulau Biak ini. Dan di Pulau Biak ini, orang-orang yang pertama diperanakan di pulai ini adalah marga Rumbiak. Marga ini tinggal di Manuren, di atas bukit Msiren. Tetapi, mereka melakukan hal-hal yang jahat dan keluar pergi ke laut dan melihat teripang untuk pertama kalinya. Lalu mereka makan teripang dan masing-masing merasa gatal-gatal. Maka mereka mati sampai hanya anak-anak piatu saja (yang tinggal) di rumah. Jadi hanya anak-anak piatu saja yang tidur di rumah itu. Maka mereka menyebutnya (rumah itu) sebagai marga Rumawak (Rumah orang piatu). Kemudian, yang lain karena gatal-gatal disebut sebagai marga Makmaker. Yang tersisa pulang sendiri-sendiri. Mereka datang ke sini sesudah itu yang pulang dan tiggal di daerah pinggir laut dan membuat rumah di sana kemudian berkembang menjadi marga Masnandifu. Mereka yang pergi dan tinggal dibawah dahan pohon Masosen berkembang menjadi marga Masosendifu. Kemudian yang pulang terus ke sana, mereka pulang dan berkembang menjadi marga Wanma. Karena yang berkembang sebagai marga Wanma ini menunjuk teripang itu. Dia berkata (kepada) seseorang yang datang dan minta makan, katanya, "Makan saja." Oleh karena itu, dia pergi dan berkembang menjadi marga Wanma. Lalu orang-orang yang marga Makmaker ini sebagian pulang dan menjadi marga Maker. Yang lainnya pulang tetapi tidak ada sesutau untuk dimakan jadi mereka makan buah Kandarek. Orang-orang ini disebut sebagai marga Andarek dan mereka masih ada. Cerita ini masih terus berlanjut tetapi sampai disitulah akhir cerita ini. Agar supaya, kita, orang-orang Biak dapat memanfaatkan cerita ini untuk mengetahui bahwa kita semua berasal dari satu tempat. Kita semua tinggal di satu tempat tetapi keluarnya (kita), kita bercerai satu sama lain, teripang dimakan dan orang-orang tua (kita) ini gatal-gatal, sehingga kita bercerai satu-sama lain dan akhirnya membentuk bermacam-macam marga.. Demikianlah cerita ini berakhir disitu.